12/28/2012

khasanah pernaskahan Nusantara khususnya di Sulawesi Selatan

Silsilah raja-raja Soppeng. Ditulis di atas daun lontar, diletakkan di
alat pemutar. Membacanya dengan cara memutar "rol lontar" di bilah-bilah kayu itu
Do’a Khatawul Qur’an

Naskah yang ditulis di atas kertas pabrik ini milik I Masse Batu Lappa kabupaten Barru abad ke-20 ini berisi: do’a yang dimulai dengan shalawat kemudian surah al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq, an-Nas. Selain beberapa potong ayat, juga do’a pahala bacaan kepada orangtua, orang muslim, sahabat-sahabat dan para wali. Sesudah dzikir disebut Muhammad, Jibril, Mikail, Israil, dan nabi Khaidir untuk mencarikan rezeki.

Lontarak Sakkerupa Do’a-Do’a

Naskah yang ditulis dalam bahasa Bugis dan Arab milik La Lanni ini ditulis di atas kertas cap air gajah dan tulisan Cina, berasal dari abad ke-18. Sayangnya naskah ini tak lengkap. Berisi: ilmu tasawuf, tarekat Kasabandiah (Naqsabandiah), obat-obatan (jampi) dan baca-baca untuk keberanian, dan do’a-do’a.
Cenningrara

Naskah berbahasa Bugis ini ditulis di atas kertas cap Air Britania pada abad ke-18. Milik dari Anthon Andi Pangerang di Palopo. Isi naskah: “pesan” lewat angin, pemanis ketika mandi dan bersanggul, tata cara agar suami tidak tertarik kepada wanita lain. Beberapa bacaan untuk wanita sebelum berhubungan dengan suami, penyembuhan sihir.
Pitika

Isi naskah yang ditulis dalam bahasa Makassar dan Arab ini tak lengkap, berisi segala macam azimat. Milik dari Daeng Paja, di Takalar. Berasal dari abad ke-18.
Tata Cara Mendirikan Rumah

Naskah yang ditulis di atas kertas cap Air Gajah dan pohon kelapa ini berasal dari abad ke-18. Ditulis dalam bahasa Makassar dan Arab. Berisi nama kayu sesuai pertumbuhannya.
Bunga Rampai Keagamaan

Naskah yang ditulis di atas kertas papirus ini milik seorang raja di Sulawesi Tengah pada abad ke-17. Berisi bacaan dalam shalat, tarekat Nur Muhammad, tauhid, dan keadaan dalam kubur.
Maulid Nabi Muhammad SAW

Naskah yang berasal dari abad ke-17 ini milik seseorang (saya tak bisa membaca dengan jelas pemiliknya, dari foto yang diambil), berbahasa Arab dan Melayu. Berisi tentang nabi Muhammad SAW.
Beberapa naskah lain yang dipajang berupa surat-surat. Seperti :
“Daftar banjaknja perahoe jang berlajar keloear Selebes Selatan”.
“Perahoe-perahoe yang di beslag” (1948)
Surat dari seorang perempuan yang telah menerima uang dari tuan Petor di Selayar (tahun 1910, ditulis dalam aksara Lontarak)
Surat permohonan pembebasan seorang laki-laki dari Sulawesi yang dijadikan budak.
Daftar nama warga keturunan Tionghoa yang masuk Akademi Militer (1910 – 1941)
Proses verbal pidana seorang laki-laki keturunan Tionghoa di Sinjai (1938)
☼☼☼
Naskah kuno
Surat-surat lawas

    Oleh : Mugniar.Marakarma. 
    http://mugniarm.blogspot.com 
                                                                                  

Naskah kuno pewayangan

 Klik link dibawah ini...

http://antique.mybizniz.info/antik8/naskah-kuno-pewayangan.html

sangat penting untuk di baca sebagai tambahan pengetahuan seputar "Wacana Nusantara" ^-^

Klik Link dibawah ini 

http://wacananusantara.org

Syair indah yang dilontarkan oleh Batara Lattuq (Yakni Ayahanda Sawerigading) kepada We Datu Sengngeng (Yakni Ibunda Sawerigading)


Bahasa Bugis
Kuruq sumangeq anriq ponratu
Le muaseng gi belo jajareng maroeqe
Palaguna le goarie
Tekkuturusi rajung-rajummu
Pesewalimmu mutia simpeng masagalae
Ala rini le upatudang mulu jajareng ri laimmu
Tenna io mi anriq ponratu
Mulu jajareng ri sao denra manurungnge
Sining anukku, anummu maneng anri
Mugiling paleppangiaq rupa mabboja

Terjemahannya
Kur semangat adinda
Tahukah engkau duhai hiasan balairungku yang ramai
Bulan purnama penghias bilikku
Kupenuhi seluruh keinginannmu
Tak ada lain yang duduk di balairungku selain engkau
Engkaulah satu-satunya adinda
Permaisuriku di istana agung manurung
Segala milikku, milikmu jua adinda
Berpalinglah memandangku dengan tatapan cinta

FILOLOGI



Kearifan lokal yang mengakar dalam suatu kebudayaan dapat dilacak kembali pada tinggalan budaya masa lalu kebudayaan tersebut. Aneka bentuk tinggalan budaya masa lalu tersebut salah satunya berbentuk naskah dan ilmu pengetahuan memungkinkan adanya kajian ilmiah terhadap naskah tersebut yakni dengan menggunakan ilmu filologi.
Menurut Baried, dkk (1994:2) kata filologi berasal dari bahasa Yunani philologia yang berupa gabungan kata dari philos yang berarti teman dan logos yang berati pembicaraan atau ilmu. Dalam perkembangannya, philologia kemudian diartikan sebagai senang kepada tulisan-tulisan yang bernilai tinggi seperti karya-karya sastra. Kata filologi, sebagai istilah yang digunakan untuk menyebut keahlian yang diperlukan dalam mengkaji peninggalan tulisan yang berasal dari beratus tahun yang lampau, dicetuskan pertama kali pada sekitar pada abad ke-3 SM oleh Eratosthenes, salah seorang ahli dari Iskandariyah.
            Filologi di Indonesia, awalnya dikembangkan oleh pemerintahan kolonial Belanda, bertujuan untuk mengungkap informasi masa lampau yang terkandung dalam bahan tertulis peninggalan masa lalu dengan harapan adanya nilai-nilai atau hasil budaya masa lampau yang diperlukan dalam kehidupan masa kini (Baried dkk, 1994: 9).
            Seperti halnya bidang ilmu pengetahuan yang lain, filologi pun memiliki sasaran atau obyek kerja. Manyambeang (1989: 18) mengatakan bahwa obyek filologi adalah naskah atau teks dengan menggunakan media bahasa sebagai sarana penelitian. Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa, naskah dan teks memiliki pengertian yang berbeda. Naskah (‘handschrijft’ Belanda, ‘manuscript’ Inggris) merupakan semua bahan tulisan sebagai hasil kebudayaan masa lalu dan dengan demikian bersifat konkrit dan dapat dipegang atau disentuh, sedangkan teks adalah isi naskah itu sendiri. Kajian ilmu yang mendalami segala sesuatu tentang teks, seperti cara penurunan/penyalinan teks, pemahaman atau penafsiran serta penambahan atau pengurangan kata atau kalimatnya disebut tekstologi; dan pembahasan seputar seluk beluk naskah, misalnya bahan, alat tulis, umur, tempat penulisan maupun perkiraan penulis naskah, menggunakan kajian ilmu kodikologi (1989: 19-20).
Walau sama-sama merupakan hasil tulisan tangan, terdapat perbedaan yang signifikan antara prasasti dan naskah. Baried, dkk (1994: 55-56) menunjukkan perbedaannya sebagai berikut:
1.      Naskah umumnya berupa buku atau menggunakan bahan tulisan tangan dari kulit kayu, dluwang, dll. Prasasti menggunakan media alas dari batu, logam, marmer, dll.
2.      Naskah pada umumnya panjang karena memuat cerita yang lengkap sedang prasasti hanya berisi hal-hal penting saja, misalnya pemberitahuan resmi pendirian sebuah bangunan suci.
3.      Naskah biasanya bersifat anonim dan tidak berangka tahun sementara dalam prasasti sering tercantum nama penulis dan tahun pembuatannya.
4.      Naskah mengalami proses penyalinan dan karenanya berjumlah banyak. Di lain pihak, prasasti tidak demikian.
5.      Naskah yang paling tua adalah naskah Tjandra-karana yang menggunakan bahasa Jawa Kuno (kira-kira abad ke-8) sedangkan prasasti yang paling tua diperkirakan berasal dari sekitar abad ke-4 (prasasti Kutai).


REFERENSI

Baried, Siti Baroroh, dkk, 1994, Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Fakultas Sastra UGM.